ParaDetect: Kasus Pesawat Komersil dan 704

Kisah ini masih berceritakan tentang Tora dan kawan-kawanya dalam menyelesaikan berbagai kasus, di kasus ini mereka akan menyelesaikanya bersama beberapa polisi yang ia kenal. Selamat membaca.

ParaDetect (Para Detective)

KASUS KE DUA: 
JATUHNYA PESAWAT KOMERSIL BERSAMA NO 704

File A: Sang Penerjun


Sumber gambar by google editing by IrwanNuurul

1 Desember 2013 pukul 08:13, di dalam pesawat.

"Hm, mau apa kau ?, kenapa kau bersandar di sini, duduk lah di tempatmu" ujar seorang pramugari maskapai itu dengan menghampiri seseorang yang sedang bersandar di pintu keluar pesawat,

"Hh, akan aku beri tahu, aku baru saja membunuh dua penumpang di sini" bisik nya pada pramugari itu dengan nada dan tatapan jahatnya,

"A, apa, apa maksud mu ?" pramugari itu terkejut bukan kepalang saat mendengar ucapan dari orang itu,

"Ya, ya, rasanya sangat aneh jika aku masih membiarkan hidup saksi yang mungkin akan menjebloskan aku ke penjara, jadi, lebih baik aku bunuh saja sekalian semuanya he,he,he" ujarnya lagi dengan tawa jahatnya,

"......." pramugari itu hanya bisa diam tak bergerak dengan tubuhnya gemetaran penuh ketakutan,

"Sudah ya, tugas ku di sini sudah selesai di sini, jadi aku akan pergi sekarang, selamat tinggal" dia pun melemparkan sebuah bom asap tidur ke bagian tengah pesawat, seketika asap itu menyebar ke seluruh ruangan kecuali ruangan kokpit yang tertutup oleh pintu, dia pun langsung memakai masker oxigen sebelum dia tertidur juga seperti para penumpang maskapai itu,

"Oya nona, aku lupa mengatakan, tadi aku sedah pasang sebuah alat yang akan mengganggu sistem navigasi pesawat ini, alat itu mampu menerima sebuah singal radio sangat kuat jadi bersiap-siaplah untuk jatuh bersama yang lain, hahahahaha" dengan tawa jahatnya itu dia pun membuka pintu pesawat dan melompat, pramugari itu langsung masuk kedalam toilet karena angin yang masuk sangatlah besar dan sanggup menerbangkan manusia dan terlempar keluar untunglah para penumpang sedang memakai sabuk nya masing-masing dan tiba-tiba pesawat seperti turun begitu cepat, asap tidur pun sudah menghilang bersama angin, di ketinggian yang rendah kecepatan angin pun berkurang dan beberapa penumpang mulai tersadar, seorang pramugara pun yang tahu pesawat akan jatuh segera memerintah semua penumpang untuk mengencangkan sabuknya dan merunduk, namun tetap saja pesawat akhirnya jatuh karena sistem navigasi dan komunikasi yang terganggu dan tidak dapat berfungsi sama sekali. Seorang korban pembunuhan yang ternyata masih hidup sempat menuliskan buah angka bernomor 704 dengan angka 7 dan 4 di tebalkan dan angka 0 sengaja di samarkan di sebuah benda, dia pun akhirnya tewas sebelum pesawat jatuh terhempas dan menumpahkan makanan yang berada di meja kecil di hadapanya karena terkena tanganya yang jatuh lemas ke meja itu.

****  ****  ****

4 Februari 2014 Jln Kasta blok A no 99, kota Alibish pukul 22:50.

Melelahkan, itu yang aku rasakan saat tiba di rumah, aku menuju dapur mengambil cangkir untuk sekedar menyeduh kopi susu, si mamang pun sepertinya sudah tidur nyenyak untunglah aku selalu membawa kunci rumah cadangan. Aku duduk di kursi meja makan menyeruput kopi susu sendirian.

"Haaahh, nikmat, kopi susu yang bikin hangat badan.....", gumamku dalam hati. Aku lihat hp ku berdering tanda panggilan masuk, rupanya Dewi yang meneleponku lalu aku angkat.

"Ya, huuuuaaahhh, ada apa Wi ?", jawabku menahan kantuk sepertinya pengaruh kopi belum bekerja di tubuhku.

"Eu, maaf apa aku menggangu mu tidur, Tora ?", Jawab Dewi di telepon dengan nada menyesal.

"A tidak, lagi pula aku belum tidur, aku lagi duduk saja sambil minum kopi " jawabku lagi yang kini sudah pindah tempat duduk di sofa ruang keluarga dan waktu saat itu menunjukan pukul 23:19

"Owh, begitu, Tora, apa boleh besok aku pergi jalan dengan mu ?", tiba-tiba saja dia mengajaku jalan, apa ini kencan pikirku dalam hati.

"Hmm, entahlah, akan aku pikirkan nanti jika tak ada kegiatan aku akan jalan denganmu ", ucapku dengan menguap sepertinya kantuk ku ini tak tertahankan.

"Baiklah kalau begitu, sepertinya kamu sudah mengantuk ya ?, ya sudah cepat tidur sa, sampai besok, Tora ", Dewi menutup teleponya dengan tak lupa mengingatkanku seperti biasanya.

Dengan berakhirnya percakapan kami di telepon akhirnya aku putuskan untuk mengistirahatkan badan yang mulai kelelahan, secangkir kopi pun tak mampu membuatku terjaga lebih lama dan kutinggalkan begitu saja di meja. Pagi hari pukul 06:00 aku bangun dan melihat si mamang sudah mulai bekerja membersihkan halaman pinggir rumah, aku melihatnya dari jendela kamarku.

"Selamat pagi mang, huuuaaahhh" sapaku dengan menggeliat dan menguap tak bersuara.

"Eeehh aden, sudah pulang rupanya, bagaimana di sana apa menyenangkan ?", tanya si mamang yang sedang giat menyapu daun-daun kering yang berjatuhan.

"Ya begitulah mang, banyak hal yang terjadi tak sesuai harapan", keluhku, lalu menghampiri gantungan dekat pintu kamar mengambil handuk dan pergi mandi, si mamang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkahku. Kejadian yang tak akan bisa ku lupakan saat berada di kampung Hope, itu sangatlah menguras tenaga dan juga pikiran, sepertinya aku butuh refreshing, aku akan terima ajakan Dewi untuk itu.
Aku cepat-cepat membasuh tubuhku dengan sabun dan menyiramkan air dari shower ke tubuhku, setelah merasa cukup aku segera memakai baju dengan setelan biasa.

"MANG !!, AKU PERGI DULU YA, AKU MAU JALAN-JALAN DULU", teriaku pada si mamang yang kebetulan saat itu berada sangat jauh dari jendela kamarku dan sedang melakukan pembakaran sampah.

"OWH, BAIK DEN, SALAM BUAT TEMAN-TEMAN ADEN YA", balasnya dengan teriakan juga, aku tak membalas perkataanya lagi dan langsung menuju ke depan rumah dan memakai sepatu, aku mengambil hp dari kantong celanaku dan menelepon Dewi.

"Ha, halo Wi dimana kamu sekarang ?, kita jalan sekarang yuk", ucapku di telepon.

"Heeh, i iya aku sebenarnya sudah hampir tiba di rumah mu ko", jawabnya sedikit gelagapan, tak berlangsung lama aku mendengar suara kelakson mobil dan aku lihat ke gerbang depan,

"Hei, hei, apa-apan ini ?, kenapa dia bawa mereka juga  ?", gerutuku dalam hati, Dewi datang bersama Sinta dan juga Richi memarkir mobil di depan rumah karena gerbang depan sedang terbuka,

"Hei, apa mereka juga akan ikut dengan kita ?", tanya ku pada Dewi yang sedang duduk di bagian belakang mobil jip terbuka milik Richi itu.

"Haah, apa boleh buat, tadi mereka mampir ke rumahku dan mengajaku pergi jalan, ya sudah sekalian saja aku pikir ini lebih baik, iya kan Sin ?", jelasnya menggaruk-garuk kepalanya sembari membukakan pintu untuku.

"Ya, akan lebih seru ramai-ramai kan ketimbang berdua saja" jawab Sinta yang di duduk di depan dan masih saja bedakan dan memakai lipstik. (Hei hei, bisakah kau hentikan itu), aku menuju pintu depan mobil,

"Hei Richi, apa kau juga di paksa olehnya ?", bisiku ke telinganya menyimpan rasa curiga pada Sinta.

"Tidak." Jawabnya singkat mengagetkanku.

"Apa ?, hei jangan bercanda, apa maksudmu ?", bisiku lagi masih curiga pada Sinta yang saat itu sedang sisiran rambut poninya dan sedikit benyanyi-nyanyi kecil.

"Sayangnya, aku lah yang mengajak Sinta jalan lalu dia menyuruhku untuk menjemput Dewi juga kau, Hidari", aku sedikit terkejut mendengarnya karena tak biasanya dia berbuat seperti itu, tapi sudahlah aku ikuti saja. Aku pun naik ke mobilnya dan duduk bersebelahan dengan Dewi, Richi pun menyalakan mesin dan memutar balikan mobilnya menuju jalan raya.

"Baiklah, kita akan pergi kemana ?", tanyaku sedikit rebahan di jok belakang,

"Kita akan mengunjungi pantai itu lagi, rasanya aku merindukan tempat itu, apa ya jadinya sekarang setelah kejadian itu ?", jawab Dewi sambil menatap langit dari jendela mobil. Yah aku ingat sekarang, di sanalah tempat kejadian di mana sebuah pesawat penerbangan domestik terjatuh di tepian pantai dan merenggut banyak nyawa dan membuat terauma bagi para korban selamat juga penduduk setempat, rasanya baru kemarin kejadian itu terjadi. Yang membuat aku sangat merasa akan jantungan adalah saat Dewi berusaha menyelamatkan seorang anak kecil yang terjatuh dan menangis tidak bisa berdiri, dan Dewi memeluk anak itu erat dengan keadaan duduk tertunduk dan memejamkan matanya, di saat itulah pesawat jatuh dan badan bagian belskang pesawat hanya beberapa senti lagi akan menyentuh kepala Dewi tapi ajaibnya pesawat itu seperti berbelok dan terjatuh di tepian pantai, kejadian itu benar-benar membuatku seperti tak berarti lagi di hadapanya. Ya akan terasa panjang jika di ceritakan lagi dari awal.

****   ****  ****

1 Desember 2013, pantai Panagan pukul 08:45.

"KAPTEN, APA YANG TERJADI, SEMUA ALAT TIDAK  BERFUNGSI !!!", seru co pilot dengan panik berusaha memperbaikinya namun sia-sia.

"APA KATAMU, SIAL APA YANG TERJADI ???,  PERIKSA SEKALI LAGI !!", perintah sang kapten yang sama paniknya saat itu, semua peralatan radar dan komunikasi lumpuh dan pesawat semakin menukik semua penumpang yang tadinya biasa saja berubah menjadi kepanikan luar biasa dan menangis terutama penumpang perempuan dan anak-anak,

"SEMUANYA !!!,  KENCANGKAN SABUK KALIAN DAN MERUNDUKLAH !!!!", seru salah seorang pramugara pesawat itu, sebagian penumpang menurutinya dan sebagian lainya panik sendiri terjatuh kebagian kokpit pesawat yang saat itu sudah menukik tajam. Sementara itu di tempat lain,

"Haaahh, indahnya pantai ini, iya kan Sinta ?", kagum Dewi melihat keindahan pantai Panagan yang eksotis sambil melentangkan kedua tanganya ke samping, Sinta pun mengikutinya melakukan itu. Kami kesini hanya untuk melepas penat dari hiruk pikuk tugas kuliah yang menumpuk.

"Iya ya, HEI KALIAN !!!, AYO KESINI !!!, BAGUS LOOH !!!,", teriak Sinta melambaikan tangan pada kami namun kami tidak memperdulikanya karena aku sedang menonton anime kesukaanku dan juga Richi sibuk dengan membaca buku kecilnya itu, tak lama aku mendengar gemuruh pesawat dan melihat ke sekitar semua orang melihat ke atas, sebuah pesawat penumpang komersil tiba-tiba menukik ke arah kami,

"RICHI !!!, CEPAT JALANKAN MOBILNYA, KITA BLOKIR JALAN DARI ARAH SANA, CEPAAAATTTT !!!!!", teriaku padanya dan dia pun tancap gas membalikan mobil dengan ngebut untuk memblokade jalan setelah tiba di yang kami maksud dia mengerem mobil secara mendadak sehingga mobil jipnya melintang di tengah jalan seketika mobil yang di hadapanku juga mengerem mendadak dan melintang juga di ikuti dengan mobil-mobil lain di belakangnya,

"HEI BODOH !!!, APA MAKSUDNYA INI !!!, KALIAN MAU MATI HHH !!!", teriak pengemudi mobil marah-marah, aku turun dengan sedikit emosi dari mobil dan menjelaskan pada mereka,

"BUKAN ITU MAKSUDKU, LIHATLAH KE ATAS KALIAAN " aku membalas teriakanya dan dia pun menyadarinya sebuah pesawat akan jatuh dan hampir beberapa meter lagi di atas kami, semua pengemudi lain nya pun keluar dari dari mobilnya masing-masing, aku memperkirakan pesawat akan jatuh tepat di jalan raya di saat itu seorang anak kecil terjatuh dan menangis tidak bisa bangkit lagi, lalu Dewi yang ada di bahu jalan bersama Sinta berlari ke arah anak itu dan memeluknya erat sambil terduduk lemas dan memejamkan matanya,

"DEWI !!! JANGAAAANNN ITU BERBAHAYAAA !!!!", teriaku mengkhawatirkanya begitu pun dengan Sinta yang sempat berteriak sama sepertiku hanya bisa menutup mata dengan tanganya, aku berpikir tak ada lagi waktu untuk Dewi berlari menyelamatkan diri. Sementara itu di dalam kokpit pesawat.

"Cih, co cobalah tarik tuas itu dan belokan pesawatnya ke arah pantai, e eehhh", sahut kapten pilot pada co pilot tidak ada lagi harapan,

"A akan saya coba kapten, i i IYAAAAAAAKKKHHHHH !!!!", co pilot berbasil membelokan pesawat dan bagian bawah paling belakang pesawat itu hanyalah sekitar beberapa puluh senti saja di atas kepala Dewi, saat pesawat sudah terhempas dan meledak, aku melihat Dewi sudah tertelungkup dan masih merangkul anak itu lalu aku berlari, baru setengahnya aku berlari, aku terkejut melihat Dewi tiba-tiba terbangun dan berkata,

"Hei nak, apa kamu tidak apa-apa hm ?", ucapnya pelan mengusap-mengusap kepala anak itu, (hh bikin khawatir saja dia), aku pun menghampirinya dengan tergesa-gesa,

"Hh, dasar kamu, apa yang kamu lakukan ?, jangan buat aku khawatir lagi ya, wonder woman, hehehe", ucapku terengah-engah mengkhawatirkanya tapi syukurlah dia selamat, dia memang wanita pemberani dan kuat sebab itulah aku sebut wonder woman,

"A aku hanya ingin melindungi dia saja, apa jadinya perasaan ibunya jika anaknya ini tidak selamat" jawabnya pelan dan sedikit syok sembari melihat anak itu yang gemetaran,

"Haaahhh, anaku di mana anaku, haa, Alhamdulillah kau selamat nak hmm" seorang ibu datang menghampiri kami dengan panik namun kepanikanya mereda setelah anaknya itu selamat dan merangkulnya dari tangan Dewi seketika itu pula Dewi pingsan,

"Eu, Dewi ?, bangunlah, Dewi ?", aku berusaha membangunkanya namun sia-sia, Richi dan Sinta pun menghampiri kami dengan tergesa-gesa lalu Richi memeriksa keadaan Dewi, syukurlah dia hanya mengelami syok saja dan butuh sedikit perawatan ucap Richi padaku, aku kembali berdiri dan melihat pesawat sudah berkobaran api terutama di bagian mesin dan baling-baling, ambulance mobil pemadam kebakaran juga mobil polisi datang silih berganti begitu juga dengan tim basarnas, semua orang yang secara langsung menyaksikan kejadian ini merasa ini adalah kejadian langka dan mengabadikanya dengan hp mereka masing-masing, posisi pesawat saat itu menghadap ke laut namun saat aku melihat di sekitar langit, aku melihat sesuatu yang melayang dari kejauhan seperti orang yang sedang melakukan terjun payung dan hatiku pun bertanya-tanya ada apa dan kenapa ?,

"Hei Richi, lihatlah ke atas, bukankah itu ?", sahutku dengan terus melihat ke arah orang itu di langit,

"Hmm, sebaiknya kita kejar, aku yakin ada yang tidak beres di sini, Sinta mintalah bantuan orang lain untuk membawa Dewi ke rumah sakit cepatlah !, aku dan Hidari ada urusan sebentar", Richi pun bergegas mengambil mobilnya aku pun langsung naik lalu Richi menancapkan gas nya dengan cepat,

"Hei hei kalian TUNGGUU !!!, haah, ya ampun kebiasaan ya dua anak itu hh", sahut Sinta merasa di tinggal, orang itu berada satu jalur dengan kami lalu dia menukik berbelok ke sebuah persawahan milik warga sekitar mobil pun berhenti karena tidak adanya akses jalan untuk mobil ke area itu, aku pun turun dan  berlari menelusuri jalan kecil dan tanpa sadar telah menginjak-injak sawah salah seorang warga di sana

"Eu hei Hidari !, hati-hati !!, hh, dasar ceroboh ", teriakan itu tak aku pedulikan.

"HEI ANAK MUDA !!!, APA YANG KAU LAKUKAN DENGAN SAWAH KU HEEUUUHHH !!!, SE ENAK SAJA KAU INJAK-INJAK SEPERTI ITU", seorang kake tiba-tiba memarahiku karena tanaman padinya tak sengaja aku injak.

"Eu, HAAAHHH !!!!, maafkan aku ke, aku tidak tahu, aku sedang mengejar orang yang mencurigakan apa kakek melihatnya ?", aku terkejut saat melihat kebelakang tanaman padi kakek ini sangat berantakan karena oleh ku.

"Heeuuhh, apa maksudmu itu ?, dari tadi aku ada di sini dan tak ada orang yang mencurigakan selain kau, anak muda" jawabnya dengan tatapan mata menyebalkan padaku sembari mengeluarkan asap dari rokok yang dia hisapnya, (aku benci rokok),

"Oya anak muda, apa di tempat lain sedang terjadi sesuatu ?,sepertinya tadi aku mendengar sebuah ledakan keras", tambah kakek itu.

"Ya ke, ada pesawat jatuh di tepian pantai itu, oya kek, apa di sini ada tempat pelatihan tentara atau kelompok lain yang sering melakukan terjun payung ?, dimana biasanya mereka mendarat ?", aku sedikit menghela nafas karena lelah dan si kakek itu pun menjawab,

"Hmm, sudah puluhan tahun aku tinggal di sini dan aku tak pernah ada tentara atau kelompok lain yang lain untuk melakukan hal itu, hanya orang bodoh saja yang melakukan hal itu di pemukiman penuh kabel yang melintang seperti itu", jawabnya lagi dengan rasa yakin yang tinggi dengan menujuk ke atas yang memang banyak sekali kabel yang melintang dan sangat tidak mungkin untuk turun di area ini karena pasti akan tersangkut parasutnya.

"Owh begitu ya, sudah ku duga, orang itu memang mencurigakan", aku terdiam sejenak memandang langit yang biru dan berpikir siapa dia sebenarnya,

"Eu, kakek, apa boleh aku memeriksa ke sana ?, aku penasaran dengan tempat itu" aku menunjuk ke arah yang banyak pohon kelapa yang dataranya sedikit mengunung.

"Hmm, baiklah, memangnya kau mau memeriksa apa ?" Tanya si kakek menoleh ke tempat itu sembari mengerutkan dahinya.

"A tidak, aku hanya penasaran saja apa yang di balik itu semua" aku pun berjalan di jalan kecil yang memisahkan petakan sawah, setelah menuju sana aku melihat ada beberapa reruntuhan gedung dan salah satu nya masih memiliki atap yang datar dan aku pikir itu cocok untuk melakukan pendaratan sebuah olah raga terjun payung.

"Tidak salah lagi, di sana" gumam ku dalam hati dengan memperhatikan sekeliling reruntuhan gedung itu namun tak menemukan hal yang mencurigakan, hm sia-sia saja. Aku pun kembali ke tempat kakek itu.

"Ada apa ?, kenapa mukamu di tekuk seperti itu ?" Tanya si kakek padaku yang memang agak sedikit kecewa karena tak menemukan apa pun.

"Haah, aku menemukan apapun kecuali reruntuhan gedung di sana, apa kakek tau sesuatu tentang reruntuhan itu ?" Aku menghela nafas mengeluh tanpa semangat.

"Apa kau tak menonton tv atau memang kau tak punya tv hmm ?" Ejek si kakek namun aku masih kurang paham apa maksudnya.

"Apa, apa maksud kakek mengejeku seperti itu ?" Cemberutku menatap si kakek, kesal.

"Ya ampun, kau ke mana saja waktu itu sehingga kau tak tau pernah ada tsunami dan gempa sangat hebat di sini, semua bangunan di sini rusak berat semuanya tapi kami berhasil membangunya kembali, kecuali gedung itu. Gedung itu adalah tempat prostitusi dulunya, warga sini percaya kalau kejadian itu adalah teguran agar tidak membuka lokasisasi itu, jadinya di biarkan seperti itu" jelas nya, aku menyaksikan.

"A iya, aku lupa itu, maaf, oya terimakasih sebelumnya atas waktunya aku harus melihat temanku yang berada rumah sakit sekarang" ucapku melangkahkan kaki menuju tempat Richi memarkirkan mobilnya.

"Owh apa dia korban kecelakaan itu ?" Tanya si kakek lagi menghentikan langkahku.

"Bukan, dia hanya sedikit syok melihat kejadian itu" aku melanjutkan langkahku lagi tapi si kakek itu berbicara lagi padaku.

"Hei anak muda, biarkan aku ikut denganmu, aku ingin melihat seberapa parah kecelakaan pesawat itu" dengan rokok yang masih di mulutnya dan mengeluarkan asapnya si kakek menghampiriku.

"Ya baiklah, ayo" aku dan dia pun berjalan hati-hati karena jalan sedikit licin, setelah sampai Richi pun bertanya.

"Apa kau menemukan sesuatu ?, dan siapa kakek ini ?" Ujarnya dengan tatapan tenangnya.

"Haah, aku tidak menemukan apapun, lalu kakek ini, dia orang yang punya sawah itu, sa sawah yang aku injak-injak itu" keluhku di hadapan Richi mengenalkan kakek itu.

"Oya, nama kakek siapa ?" Aku lupa menanyakan sejak tadi.

"Nama kakek adalah Nur Hakim" jawabnya singkat dan agak galak.

"I iya maaf, jangan marah lagi, maaf telah merusak tanaman padi kakek tadi" ucapku menyesal.

"Sudahlah, lupakan itu sebaik nya kita berangkat, aku ingin lihat kecelakaan itu" sahutnya tidak sabar.

"Iya, iya, masuklah ke kita berangkat sekarang, Richi ayo !" Dengan sedikit kesal dengan tingkahnya aku berusaha bersabar, di jalan aku mengirim sms pada Sinta untuk mengetahui lokasi di mana Dewi di rawat dan dia pun segera membalasnya memberitahu alamat keberadaanya.

Di ceritakan di rumah sakit kota setempat yang tidak jauh dari pantai banyak menerima sekali kantong-kantong berisikan mayat korban kecelakaan pesawat, dari total 127 penumpang dan 5 awak pesawat hanya dua orang yang di kabarkan selamat namun butuh perawatan khusus karena lukanya sangatlah parah.

"Pak, berdasarkan data yang saya terima korban selamat berjumlah hanya dua orang saja" ucap seseorang dari kepolisian yang merupakan bagian dari resrese atau detektif kepolisian pada inspekturnya yang saat itu berada di lokasi kecelakaan. Kamaru Sidiq Prasetya yang melaporkan itu.

"Apa ?, hanya dua orang saja ya, baiklah kita bicarakan di tempat lain jangan di sini. Oya bagaimana kabar dari det Tama dengan det Nita ?" Inspektur Bachtiar berbicara sambil berjalan menuju mobil polisi dan masuk bersama det Kamaru untuk menuju kantor nya.

"Ya, mereka masih melakukan pelatihan jadi mereka belum bisa terjun kelapangan lagi" ujarnya sambil memeriksa beberapa dokumen dari data-data korban kecelakaan itu.

"Owh begitu ya, masih lama rupanya, baiklah untuk saat ini aku percayakan saja kasus ini padamu saja, kerja samalah dengan yang lainya" saran inspektur padanya memegang kepalanya sendiri seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Baik, laksanakan, hmm inspektur apa yang anda pikirkan ?" Det Kamaru heran dengan sikap atasanya yang sedang melamun tidak seperti biasanya.

"Hmm, aku hanya sedang merindukan seseorang, teman lamaku yang sekarang berada di luar negri, haahh rasanya sudah lama sekali aku tak jumpa denganya" curah inspektur pada bawahanya.

"Kalau saya boleh tahu, siapa dia ?" Tanya det Kamaru menolehnya.

"Dia adalah rekan kerjaku dulu, dia sangat jenius dalam memecahkan kasus apa pun, aku pikir kalau dia ada di sini masalah ini akan cepat selesai, dia adalah Wira Hadi Widjaya seorang detektif suasta yang jenius" jelasnya lagi sembari menghela nafas panjang menatap ke jendela mobil.

"Owh begitu ya, saya harap kita bisa bertemu dengan seseorang yang mempunyai kemampuan hebat seperti dia di sini" sahut det Kamaru penuh harap. Mobil pun melaju kencang menuju kantor polisi daerah setempat.
Rumah sakit Alibish Medica Center, kamar pasien no 99 pukul 11:15.

"Haduuuh, kenapa kamu nekat sekali menolong anak itu hm ?, bikin khawatir semuanya tahu" kesal Sinta pada Dewi yang masih terbaring di ranjang kamar VIP.

"Hehe, maaf ya, aku hanya ingin anak itu terus hidup, aku tak bisa melihat seseorang yang sedang kesusahan di biarkan begitu saja. Kita wajib menolongnya kan ?" Jawab Dewi begitu mulia mangalahkan kata-kata Sinta.

"Iya tapi itu, hm, lupakan saja tidak apa-apa yang penting kau selamat" sepertinya Sinta sangat mengkhawatirkan sahabatnya itu dan tidak ada waktu untuk berdebat dengan Dewi hanya karena masalah ini, hati Dewi begitu mulia, Sinta sedikit murung memegang tangan Dewi.

"Iya, terimakasih sudah membawaku kemari. Oya, Tora sama Richi kemana ?" Tanya Dewi mencoba untuk bangun.

"Hm, ha biar ku bantu dulu" Sinta menumpuk bantal sehingga Dewi bisa bersandar di bantal itu lalu Dewi mengucapkan terimakasih.

"Haahh, mereka tadi tiba-tiba saja pergi begitu saja sepertinya mereka mengejar sesuatu, aku tak tahu apa yang mereka kejar" kata Sinta dengan wajah penuh kekecewaan dan cemberut.

"Owh, kalau begitu biarkan saja mungkin mereka menemukan sesuatu yang tidak wajar dengan kejadian ini, itukan sudah menjadi sifat mereka. Seorang maniak kasus" ucap Dewi menoleh ke jendela kamar (haaatciuh.....).

"Ya kau benar, mereka memang seperti itu mirip seperti orang tuanya masing-masing" tambah Sinta tersenyum simpul.

Di perjalanan aku masih memikirkan tempat itu, jika tidak ada yang mencurigakan di reruntuhan itu maka tidak ada cara lain selain memeriksa tempat itu langsung.

"Wah, parah sekali ya, anak muda. Oya nama mu siapa ?" Kakek Hakim mulai membuka pembicaraan saat sampai ke tempat kejadian, jalan pun kini sudah di alihkan untuk tidak melintasi jalan yang tadi kami lewati karena sudah di blokir dan hanya mobil-mobil penting saja yang ada di sana, terpaksa kami memutar ke jalan lain dengan keadaan sangat macet, butuh satu jam untuk sampai kerumah sakit.

"Hm, a iya aku belum sebut namaku ya ?, aku Tora dan dia adalah Richi, temanku. Eu Richi, berapa lama lagi kia aampai ke rumah sakit ?" Jawab ku sembari bertanya pada Richi, aku harus segera bertemu denganya dan tahu keadaanya Dewi.

"Tenanglah, sebentar lagi" jawabnya sangat singkat (kau terlalu santai).

"Baiklah" aku hanya bisa diam saat itu, kekhawatiran ku sangatlah memuncak, aku takut Dewi kenapa-napa.

"Sudahlah, jangan pasang muka seperti itu, tenangkan dirimu dan jangan pernah merasa bersalah, itu bukan salahmu kan membuat dirinya sangat syok ?" Kakek Hakim tiba-tiba berbicar seolah-olah tahu persaan hatiku.

"Kakek, bagaimana kakek tahu soal itu ?" Tanyaku heran menggaruk kepala tidak gatal.

"Wajahmu, aku melihat dari mimik mukamu. Hmmm pasti dia ada alasan lain membuat dia syok kan ?" Jawab si kakek cukup tenang dan menolehku.

"Eu iya, dia ingin menyelamatkan seorang anak yang jatuh, di saat bersamaan pesawat itu jatuh tepat di depanya, tapi untunglah mereka dua selamat" aku memberi tahu kronologi saat itu.

"Owh begitu, anak itu pemberani juga ya, harusnya kau bersyukur mempunyai teman seperti itu" nasihat kakek Hakim ada benarnya juga, ya kadang si menyebalkan dengan sikapnya itu tapi dia memiliki nasihat-nasihat yang sangat berguna.

Bersambung..

Comments

Popular posts from this blog

NAMA HARI DAN BULAN VERSI SUNDA

Mod Ped Kamen Rider+Bonus

MOD PED KAMEN RIDER V2