ParaDetect: Kasus Pesawat Komersil dan 704

Untuk mengetahui kisah sebelum nyan silahkan klik Di sini

ParaDetect (Para Detective)

KASUS KE DUA: 
JATUHNYA PESAWAT KOMERSIL BERSAMA NO 704


File B: Dia Saksi Kuncinya


Sumber Gambar: Google. Editing by IrwanNuurul



Setelah lama di perjalan sekitar pukul 12:30 akhirnya kami tiba di rumah sakit Alibis Medica Center dan kami pun bertanya kepada resepsionis di mana kamar pasien yang bernama Dewi Izni Nisa di rawat, ya itulah nama lengkap Dewi. Setelah di beritahu kami pun menuju kesana. (Kenapa kakek ini ikut juga ?)

Aku membuka pintu kamar dan itu adalah kamar VIP, terlihat Dewi sedang bersandar di tumpukan bantal sedangkan Sinta sedang tiduran di sofa mungkin karena kelelahan.

"Wi, gimana sekarang, apa sudah baikan ?" Tanyaku menghampiri Dewi dan duduk di kursi dekat tempat tidur sambil mengusap kepalanya, Dewi tersenyum.

"Baik, sekarang aku sudah baikan, jangan khawatir lagi ya, Tora" jawabnya tersenyum lagi memegang tanganku.

"Haahh, kamu ini, hh kamu orangnya nekat ya, jika sudah ingin nolong seseorang bahaya apa pun pasti kau lewati, tapi ingatlah dengan keselamatanmu sendiri ya" nasihatku membalas senyumanya.

"Oya, kakek ini siapa ?" Tanya Dewi menoleh ke kakek Hakim yang sedang memerhatikan Sinta yang tidur di sofa. (Hei,hei mau apa kakek itu ?).

"Owh iya, kenalkan ini kakek Hakim, tadi aku mengejar seseorang yang mencurigakan sampai ketengah sawah, tanpa sadar aku menginjak-injak sawahnya hehehe" jelasku garuk-garuk kepala tidak gatal.

"Owh haha, kamu tidak berubah ya Tora, ceroboh mu itu" ujarnya menahan tawa. Aku pun ikut tertawa kecil, senangnya lihat Dewi tersenyum seperti itu. Beralih ke kakek Hakim yang dari tadi terus memperhatikan Sinta, bahkan sampai jongkok segala.

"Hei kakek, ada apa ?, kenapa melihat teman kami sampai segitunya ?" Tanya Richi yang bersandar di dekat gorden jendela.

"Hmm, rasanya aku kenal dengan wajah ini, apa dia cucu ku ?" Jawabnya sambil terus memandanginya, terkejut juga saat kakek Hakim kalau Sinta adalah cucunya. Tak lama Sinta pun bangun.

"Huuuaaahhh, kalian sudah tiba ya, HAAAAHHH, kakek ?, kenapa kakek ada di sini ?" Sinta yang menguap dan menepak mulutnya beberapa kali langsung kaget asa sosok orang tua di hadapanya yang tak lain adalah kakek nya sendiri, yaitu kakek hakim.

"Hh, sudah kakek duga itu kau, Sinta Verawati Nur Hakim" sahut kakek Hakim tak menjawab pertanyaanya.

"Hehehe, apa kabar ke ?" Tanya Sinta basa-basi sambil memeluk bantal sofa, tercengir-cengir.

"Jadi, kakek ini, adalah ?" Kataku dengan bengong dan rasa tidak percaya.

"I iya Tora, Wi, Richi, ini adalah kakek aku. Maaf sebelumnya lupa kasih tahu soalnya, hehehe" cengirnya lagi garuk-garuk pipinya sendiri.

"Owh, salam kenal ke, aku Dewi sahabat kecilnya Sinta" Dewi memperkenalkan dirinya dengan sopan.

"Hm, jadi kamu ya yang sering di ceritakan cucuku dulu, ya salam kenal juga" balas kakek Hakim ramah.

"Hei Hidari, aku mau keluar dulu sebentar" ucap Richi tiba-tiba, sepertinya Richi melihat seseorang yang dia kenal, ya dari tadi dia seperti memperhatikan sesuatu dari balik jendela itu.

"O iya, hati-hati" pesanku, dia pun pergi meninggalkan kamar dan menutup pintu dengan perlahan. Di lobi bawah Richi bertemu dengan salah seorang polisi dari tim reserse lainya yaitu det Sakti Panca Limo, aneh juga namanya.

"Det Sakti ?" Sapa Richi padanya yang akan melakukan sebuah penyelidikan.

"Eu, a nak Herdy, kenapa ada di sini ?" Jawabnya berbalik bertanya sambil meneguk kopi kalengan. Herdy adalah nama asli dari Richi, lengkapnya adalah Herdyansah Putra

"Sudahlah, apa kau sedang melakukan penyelidikan ?" Tanya Richi lagi kembali dengan buku kecilnya untuk di baca.

"A iya, tadi ada laporan kalau ada dua mayat penumpang yang aneh menurut tim forensik, mereka mengatakan kalau mereka diperkirakan tewas sebelum pesawat jatuh dan di sekitar matanya membiru, mungkin mereka tewas karena racun arsenik" jelasnya secara rinci melihat dari buku catatan nya.

"Apa ?, racun arsenik katamu ?" Richi sedikit mengkerutkan dahinya merasakan hal aneh dengan kasus ini.

"Iya, makanan yang tersisa di bawah kursi mayat itu pun sudah di bawa ke lab untuk di teliti" jelas det Sakti lagi sedikit menguap.

"Apa ada laporan lainya ?" Richi menghela nafas panjang berharap ada laporan lainya.

"Sayangnya belum, dari KNKT pun belum mendapatkan laporan apa pun, ngomong-ngomong kenapa nak Herdy ini seperti tertarik dengan kasus ini ?" Tanyanya lagi melirik Richi.

"Aku hanya berpikir kalau kasus ini adalah ulah orang yang tidak bertanggung jawab, jujur saja, tadi saat pesawat jatuh dan terbakar, temanku melihat seseorang yang melakukan terjun pagung dan dia telihat mencurigakan" jawab Richi tenang.

"A apa ?, apa maksudmu ?, jangan-jangan apa ada hubunganya dengan kejadian ini ?" Kaget det Sakti kembali membuka kopi kalenganya lagi.

"Ya, bisa jadi ini adalah pembajakan pesawat yang di lakukan orang itu, tapi aku belum bisa memastikan kalau itu benar adanya, sekarang yang kita perlukan adalah laporan dari KNKT" kata Richi menoleh ke arah luar.

"Ya, kamu benar, kita hanya perlu laporan dari mereka untuk memastikanya" ujar det Sakti meneguk lagi kopi kalenganya.

"Oya, apa ayah ada di sini ?" Menoleh lagi ke det Sakti.

"Aku rasa tadi ada di TKP tapi sekarang kabarnya sudah kembali ke kantor bersama det Kamaru" jawab nya menghela nafas.

"Begitu ya, baiklah aku pergi dulu" Richi pamit seperti biasa dengan tangan di masukan kedalam saku celananya menuju kamar Dewi di rawat.

"Eu, iya mau kemana nak Herdy ?" Sekali lagi det Sakti bertanya.

"Ada temanku yang di rawat di sini, jadi aku mau kesana lagi" jawabnya sambil terus berjalan.
Beralih ke cerita lainya. Pada pukul 12:23 di kantor kepolisian.

"Kamaru, bisa kau sebutkan siapa penumpang yang selamat itu ?" Insprktur Bachtiar yang duduk di kursi kebesaranya memulai pembicaraanya di ruang kerjanya bersama det Kamaru.

"Iya pak, yang selamat itu adalah seorang anak kecil berusia tujuh tahun, dia mengalami luka bakar 40% dan patah tulang di beberapa bagian tapi dia bisa bertahan hidup berkat kantung oksigen darurat yang keluar dan sedang berada dalam pelukan ibunya, lalu seorang pramugari yang di temukan di dalam toilet dengan kondisi berlumuran darah dan patah tulang di kaki, sekarang mereka berdua sedang di tangani oleh para dokter ahli untuk memulihkan kondisinya" jelas det Kamaru melihat dari catatan laporanya.

"Hm begitu ya, apa ada laporan lainya ?" Ins. Bahktiar mengangguk paham mengajukan pertanyaan.
"Untuk saat ini belum pak, det Sakti pun belum melaporkan apa pun dari penyelidikanya" jawabnya tegas berwibawa.

"Kalau begitu segera hubungi dia, mintalah laporanya dengan cepat" sahut ins. Bakhtiar bangkit dari duduknya.

"Siap pak, laksanakan" det Kamaru pun memberi hormat pada inspektur, saat hendak keluar hp det Kamaru berdering panggilan dari det Sakti, det Kamaru mengangkat teleponya.

"Halo, bagaimana perkembanganya ?" Tanyanya masih di ruangan Inspektur..

"Iya aku mau melaporkan, aku barusan bertemu dengan nak Herdyansah, dia bilang kalau dia melihat orang yang mencurigakan melakukan terjun payung, dia berpikir kalau kejadian ini bukanlah kecelakaan tapi sebuah kecelakaan yang di sengaja. Dia juga masih belum 100% yakin, yang kita perlukan sekarang adalah hasil laporan dari KNKT" itulah laporan dari det Sakti yang membuat det Kamaru dan inspektur Bahktiar sedikit terkejut.

"Rupanya anak itu juga ada di sana, hah apa boleh buat, kita tunggu saja hasil laporan dari KNKT seperti mereka" sahut inspektur menyarankan sambil berjalan menuju jendela kaca melihat ke arah luar.

"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu pak" pamit det Kamaru memberi hormat dan keluar dari ruangan itu.
Kembali ke rumah sakit, setelah berpisah dengan det Sakti, Richi pun kembali ke kamar Dewi di rawat.

"Hei Richi, apa ada perkembangan lainya ?" Tanyaku yang masih duduk dekat Dewi.

"Ya, tadi aku bertemu dengan det Sakti, dia bilang kalau di pesawat itu ada dua mayat yang terkena racun arsenik, lalu tim forensik bilang mereka tewas sebelum pesawat jatuh" jawab Richi langsung setelah menutup pintu dan kembali bersandar di dekat jendela, (hei hei bisakah kau duduk).

"Wah, sepertinya kejadian ini mencurigakan ya, anak muda ?" Kakek Hakim menoleh kepadaku.

"Ya, aku rasa orang yang tadi ada kaitanya dengan ini" pikirku.

"Maksud mu kejadian ini bukan kecelakaan biasa, tapi ?" Dewi mencoba menebak.

"Pembajakan, iya kan ke ?" Jawab Sinta melirik kakek nya.

"Hm, bisa jadi begitu, tapi apa kau yakin dengan itu anak muda ?" Kata kakek Hakim menoleh pada Richi.

"Belum 100%, yang kita perlukan sekarang adalah laporan dari KNKT" jawabnya masih melihat keluar jendela.

"Apa ada laporan lainya selain itu ?" Tanyaku pada Richi

"Belum" jawabnya singkat.

"Oya kakek, kapan kakek bertemu mereka ?" Tanya Sinta yang penasaran.

"Hm, owh itu tadi kakek bertemu di sawah milik kakek, dia merusak tanaman kakek hanya karena mengejar orang itu" jawabnya dingin terhadapku.

"Owh, lalu kenapa kakek ada di sini sekarang ?" Tanyanya lagi

"Tadinya kakek cuma ingin melihat kecelakaan itu, tapi teman mu itu malah membawa kakek kesini" jawabnya lagi melirik Richi.

"Eu, maaf" sahut Richi.

"Ya sudah, berkat kalian juga aku bisa bertemu dengan cucuku Sinta.

"Oya, kenapa kalian masih di sini ?, kalian tidak mau menyelidiki kejadian ini atau hanya menunggu laporan saja dari polisi hm ?" Tiba-tiba Dewi menyadarkan aku dan Richi untuk menyelidiki kejadian ini, aku baru ingat kalau ada satu tempat yang harus di selidiki yaitu reruntuhan bangunan itu yang atapnya masih bisa di pakai untuk pendaratan seorang penerjun payung, bahkan dengan helikopter sekalipun. Sekarang baru pukul 14:00 masih ada waktu untuk sekedar melihat-lihat tempat itu, aku dan Richi pun pamitan pada dua gadis ini untuk menuju kesana bersama kakek Hakim karena mungkin kakek ini tahu jalan menuju kesana, setelah sampai di sana pukul 15:00.

"Puing-puing di sini sudah di bereskan, jadi hanya tersisa bangunan yang seperti ini" ucap kakek Hakim sambil melihat-lihat kesekelilingnya.

"Hm, tangganya ternyata masih kuat" ucap ku meraba-raba dinding tangga itu.

"Sebaiknya kita naik, hati-hatilah" sahut Richi mulai menaiki anak tangga, gedung itu hanya dua lantai saja jadi kami tidak terlalu capek menaikinya, setelah sampai di atas kami pun berusaha mencari-cari sesuatu yang mungkin tertinggal oleh penerjun itu saat melepaskan parasutnya, tiba-tiba kakek Hakim menemukan sebuah pengait yang biasa di gunakan penerjun tergeletak di sana.

"A kakek jangan sentuh pakai tangan" cegahku saat tangan kakek Hakim akan meraih pengait itu.

"Sebaiknya gunakan ini" sahut Richi mengeluarkan sapu tanganya untuk mengambilnya.

"Owh, maaf kalau begitu, aku lupa" ujar kakek Hakim mengurungkan niatnya.

"Hm, keberuntungan selelu berpihak pada yang benar sepertinya, iya kan kek ?" Kataku tersenyum nakal menemukan sebuah petunjuk.

"Kalau di perhatikan di pengaitnya ada tulisan 704, hei Richi apa kau tahu maksudnya itu ?" Tanyaku heran.

"Entahlah, sebaiknya kita serahkan ini pada polisi" jawab Richi kalem.

"Yang kalian cari sudah ketemu, jadi sebaiknya kalian kembali ke rumah sakit, aku mau pulang dan mandi" sahut kakek Hakim menggaruk-garuk badanya yang sudah bau keringat.

"Ya, baiklah" kataku sambil meregangkan otot yang sejak tadi terasa kaku. Kami pun kembali menuju mobil dan mengantar kakek Hakim ke rumahnya lalu kami pergi menuju rumah sakit, sekitar pukul 16:23 pun kami tiba, aku membuka pintu kamar Dewi di rawat.

"Haaahh, lelahnya hari ini, aku ingin tidur" keluhku dan yerus berbaring di sofa.

"Oya, bagaimana keadaanmu sekarang Wi ?" Tambahku sambil menghela nafas panjang.

"Baik, besok juga sudah bisa keluar dari sini ko" jawab Dewi tersenyum.

"Syukurlah kalau begitu, huuuaaahhh, aku mau tidur dulu ya capek sekali hari ini" ucapku menguap tanpa suara dan memejamkan mata, sekilas aku lihat Richi pun kelelahan, dia duduk di kursi bertangan dengan kaki di julurkan ke atas meja dan tertidur.

"Ya ampun, kalian ini seperti saudara saja, selalu kompak melakukan hal. Termasuk ini" gerutu Sinta menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Sudahlah Sin, mereka sangat kelelaha, detektif juga butuh istirahat kan ?, lagi pula aku senang melihat mereka berdua semangat dalam memecahkan misteri kejadian ini" ucap Dewi sangat mengerti keadaan mereka berdua.

"Loh, mana kakek ku ?, apa dia langsung pulang ?" Sinta bertanya-tanya sendiri karena tak melihat kakek Hakim.

"Mungkin sepertinya begitu Sin, kakekmu langsung pulang karena kan rumahnya dekat tempat itu kata Tora" Dewi mencoba menjawab

"Yah, baguslah kalau begitu, aku yakin pasti dia sedang mandi, dari tadi badanya bau keringat soalnya hehehe" Sinta tertawa kecil sambil ngemil snack ringan.

Hari semakin sore kesibukan rumah sakit makin menjadi, tim sar terus mendatangkan kantong-kantong berisikan mayat penumpang pesawat naas tersebut, di tambah keluarga korban yang terus berdatangan untuk melihat keluarganya yang tewas. Sebagian besar mayat hangus terbakar, jerit tangis keluarga korban tak hentinya mengisi lantai dasar rumah sakit itu, setelah semuanya terkumpul tim rumah sakit langsung melakukan tes DNA untuk memastikan identitas para korban dengan keluarga korban, jumlah dokter pun di tambah untuk mengurusi pasien lainya agar tidak terlantar dengan kejadian ini, sampai tengah malam pun kesibukan masih terasa. Mobil-mobil stasiun tv pun masih menyiarkan secara langsung setelah kejadian, para reporter sibuk mewancarai beberapa nara sumber baik tim dokter, tim sar, kepolisian hingga keluarga korban yang sangat kehilangan salah satu keluarganya, bahkan seorang nenek berusia 50 tahun mengaku telah kehilangan anak, menantu dan dua orang cucunya.

2 Desember 2013 pukul 07:10 di kantor pusat kepolisian, beberapa polisi sedang melakukan rapat dengan tim KNKT membahas hasil laporanya penyebab jatuhnya pesawat.

"Bedasarkan laporan kami kalau kejadian ini bukanlah kecelakaan tapi sengaja di buat celaka" kata ketua tim KNKT.

"Apa ?" Tanya inspektur Bachtiar terperangah

"Sepertinya dugaan anak itu benar" det Kamaru pun ikut berbicara.

"Ya begitulah sepertinya" det Sakti juga tak mau ketinggalan bersuara.

"Apa yang kalian temukan disana ?" Tanya inspektur, ketua KNKT pun berdiri dan berjalan menuju papan tulis di depan ruang rapat itu dan menempelkan beberapa poto.

"Di sana kami menemukan sebuah benda yang menempel di dinding pintu darurat, dan ini adalah sebuah alat yang menyerupai alat komunikasi dan dapat menerima singal radio yang cukup, ya sangat cukup dan kuat untuk mengganggu navigasi pesawat yang ujungnya mampu melumpuhkan semua sistem di dalam pesawat itu, dan pernyataan ini cocok saat mendengarkan percakapan pilot dan ko pilot dalam rekaman black box pesawat tersebut, dan satu lagi kami menemukan sebuah benda berbahan metal berbentuk persegi bertuliskan angka 704, anehnya benda itu tidak terbakar sedikit pun dan sekarang sedang di teliti di lab kami" cukup jelas ketua itu menerangkan hasil laporanya di bantu dengan dua bawahanya.

"Tidak terbakar ya, mungkin benda itu sudah di campur dengan zat kimia bernama Magnesium Oksida, sebuah zat kimia yang tidak mudah terbakar" tambah det Kamaru.

"Tapi apa hubunganya dengan angka 704 ?" Heran det Sakti dengan memainkan kaleng kopi kesukaanya.

"Mungkin itu sebuah kode yang di berikan korban tewas karena racun arsenik, kita harus segera menyelidikinya sebelum terlambat" sahut det Kamaru mencoba untuk menebak-nebak dan itu benar adanya.

"Baiklah kalau begitu, kalian pergilah temui anak itu, cari tahu apa yang dia dapat, karena aku yakin anak itu pasti sedang menyelidiki ini juga" perintah inspektur pada dua bawahanya itu.

"Baik, segera laksanakan" kedua detektif polisi pun langsung berdiri memberi hormat dan pergi.
Di koridor kedua detektif itu pun berbincang mempercayai apa yang di katakan oleh Herdyansah alias Richi dan keduanya pun bergegas menuju rumah sakit untuk menemui Richi, det Kamaru pergi ke parkiran mobilnya yang berjenis mobil sport subaru lalu dia memacunya di jalanan seperti pembalap profesional.

"Aaa...., hei bisa pelan sedikit menjalankanya, a aku mual" ucap det Sakti dengan wajah pias dan pucat menahan muntah.

"Ya baiklah, aku lupa kau punya penyakit mag yang akut kan ?, jadi wajar saja kau seperti itu. Aku sarankan sebaiknya kau hentikan kebiasaan minum kopi kaleng itu" ujar det Kamaru memperlambat laju mobilnya.

"Haaahh...., baiklah" sahut det Sakti menghela nafas panjang bersandar rendah dan membuang kopi kalenganya itu ke jalan (hh...contoh yang tidak baik). Sesampainya di rumah sakit pada pukul 08:17 mereka langsung menuju kamar Dewi, sebelumya det Sakti mengirim pesan pada Richi untuk mengetahui posisinya.

"Selamat pagi ?" sapa det Sakti membuka pintu kamar.

"Ya selamat pagi juga" jawab mereka bersamaan kecuali Richi.

"Kalian dari kepolisian kan ?, ada perlu apa kemari ?" Tanyaku

"Kami kemari hanya ingin mencari tahu sesuatu, apa kalian kemarin melakukan penyelidikan di suatu tempat ?, kalau iya apa yang kalian temukan ?" Tanya det Kamaru bertubi-tubi.

"A, iya kemarin kami melakukan penyelidikan di suatu tempat, kami menyelidiki sebuah reruntuhan bangunan yang atapnya masih bisa di pakai untuk pendaratan dan kami menemukan ini, lihatlah apa kalian tahu apa arti angka itu ?" Aku mengeluarkan sebuah pengait yang sudah terbungkus kantong pelastik bening dan menyerahkan pada det Kamaru.

"Kemarin saat kejadian aku melihat seseorang melayang menggunakan parasut jadi kami curiga dan mengejarnya namun tak berhasil" tambah ku lagi.

"Hm begitu ya, angka ini sepertinya sama yang di temukan oleh tim KNKT, angka ini tertulis dalam sebuah benda persegi berbahan metal itu, apa maksudnya itu ?" Pikir det Sakti menyidakepkan tanganya di dada.

"Apa ?, jadi ada angka yang sama di dalam pesawat itu, siapa yang menulisnya ?" Tanyaku lagi penasaran.

"Entahlah, mungkin itu di tulis oleh orang yang di bunuh dengan racun arsen, karena benda itu terletak di dekat dua mayat itu" det Kamaru memperkirakan.

"Lalu siapa nama ke dua orang yang di bunuh itu ?" Tanya Richi tak mau diam lagi.

"Untuk saat ini kami belum tahu, masih menunggu hasil tes DNA dari keluarga masing-masing" jawab det Sakti.

"Tunggu dulu, seperti nya aku ingat dengan angka itu ?" Celetuk Sinta memikirkan sesuatu.

"Apa itu Sinta ?" Tanyaku

"Hmmm...., apa ya ?, oya itu kan nama sebuah tokok peralatan olah raga yang ada di jalan alibis kota, kalau tidak salah tokok nya ada empat cabang yaitu 704 A sampai 704 D, dan angka nolnya ditulis samar-samar iya kan Wi ?" Ingat Sinta. Lengkapnya Tokok 704 Sport.

"Iya, aku rasa begitu, kemarin aku beli raket tenis untuk ayah di sana dan semua barangnya di beri lebel atau cap berupa angka itu" tambah Dewi meyakinkan.

"Apa ?, apa ada sesuatu yang aneh di tokok itu ?, Wi tolong jelaskan lagi" ucap ku semakin semangat seperti akan menemui titik terang.

"Entah lah, sepertinya tidak ada" jawab Dewi.

"O iya Wi, bukanya di tokok itu ada poto kenangan pemiliknya yang katanya pensiunan TNI ?, kalau tidak salah itu adalah poto perpisahan kalau dia akan pensiun cepat" Ingat Sinta lagi.

"Masa ?" Dewi mencoba untuk mengingat sesuatu.

"A iya aku ingat, kalau tidak salah dia adalah seorang pensiunan jenderal dan sekarang akan pergi berlibur ke bali, namanya adalah Sutrisno Bambang Atmadja, eu tunggu dulu kalau pesawatnya terbang hari ini, apa mungkin orang itu ?"

"DIA ORANGNYA......!!!!" Teriak semua orang dan membuat kaget Dewi.

"Aaa..., ke kenapa kalian semua berteriak seperti itu ?" Tanya dewi dengan ekspresi kagetnya. Haduuhh, kenapa dia baru ingat sekarang, det Kamaru langsung memerintahkan det Sakti untuk memeriksa ke tempat pemeriksaan tes DNA namun Richi mencegahnya karena Richi merasa ceritanya belum sepenuhnya di ceritakan, masih ada satu orang lagi yang terbunuh dengan racun arsen.

"Dewi, bisa kau ceritakan apa Sutrisno itu pergi sendirian atau berdua ?, karena orang yang di bunuh dengan cara di racun itu ada dua orang" tanya Richi menghampiri Dewi.

"Tunggu dulu, aku ingat-ingat lagi" jawab Dewi mencoba turun dari tempat tidur, ya hari ini adalah hari keluarnya Dewi dari rumah sakit.

"Oya aku ingat sekarang, katanya dia akan pergi berdua dengan salah satu teman anggotanya dulu, kalau tidak salah namanya adalah Petra.

"Begitu ya, baiklah sekarang coba cek di tempat pemeriksaan Tes DNA, det Sakti tolonglah cepat" seru det Kamaru, bergegaslah det Sakti menuju tempat itu berharap menemukan sesuatu. Det Sakti mencoba bertanya pada beberapa keluarga korban siapa di antara mereka yang memiliki tokok olah raga bernama 704, setelah susah payah mencari akhirnya dia menemukan anggota keluarga pemilik tokok tersebut yaitu Bu Anita Larasati berumur 40 tahun beserta anaknya Lesmana yang masih berumur 20 tahun.

"Kalau begitu, bisa ikut kami ke kantor karena kasus ini berkaitan dengan keluarga anda, jadi mohon kerjasamanya dalam memberi keterangan, jangan khawatir, kami tidak bermaksud menjadikan kalian sebagai tersangka tapi sebagai saksi" jelas det Sakti yang duduk di ruang tunggu lantai dasar bersama kedua orang itu.

"Hei apa-apaan ini, kenapa jadi kami yang terlibat dalam kecelakaan ini ?" Sontak Lesmana tidak terima.
"Karena kami tahu, salah satu korban kecelakaan adalah keluarga kalian yang bernama Sutrisno" jelasnya lagi.

"Lalu kenapa anda tahu kalau itu kakek ku ?" Tanya lesmana lagi sedangkan bu Anita masih belum bicara karena masih syok atas kepergian ayahnya itu.

"Untuk lebih jelasnya akan kami jelaskan di kantor jadi, mohon bantuanya untuk mengungkap kasus ini" mohon det Sakti. Lesmana merebahkan badanya di kursi dan melihat ibunya yang syok dan memegang tanganya.

"Baiklah, saya akan ikut kalian" bu Anita akhirnya membuka suaranya dan menyetujui ajakan det Sakti.
Sementara itu diruangan opname yang di huni pasien pramugari yang selamat itu terlihat mulai adanya tanda-tanda kehidupan lagi, jari pramugari itu mulai bergerak dan sedikit mengigau menyebutkan "jangan jatuhkan pesawatnya" secara terbata-bata. Tertulis daftar nama di ranjang itu bernama Karina Lestari berusia 23 tahun, selang infus dan alat bantu nafas masih terpasang di tubuhnya, seorang suster yang yang akan mengecek keadaanya terkejut melihat Karina mulai tersadar lalu bergegas memanggil dokter yang menanganinya untuk segera ditangani.

"Sepertinya dia mulai sadar, tolong jaga dia terus sus secara bergantian dan nanti buatkan laporan perkembanganya" sahut dokter itu.

"Baik dok, tapi tadi sempat saya dengar dia mengucapkan sesuatu" ucap suster

"Apa itu ?",

"Kalau tidak salah dia menyebutkan jangan jatuhkan pesawatnya" jawab suster menoleh pada Karina yang terbaring.

"Apa ?, kalau begitu segera hubungi pihak kepolisian, aku yakin dia adalah saksi hidup dalam kejadian ini, cepatlah !" Seru dokter itu lalu suster itu bergegas pergi untuk melaporkanya pada polisi. Tak lama kemudian det Kamaru datang setelah menerima laporan itu dari atasanya Inspektur Bachtiar.

"Maaf, saya dari kepolisian, apa benar pasien ini mengigau seperti yang di katakan oleh pelapor ?" Tanya det Kamaru dengan menunjukan kartu identitas kepolisian.

"Iya, suster ini yang bilang" jawab dokter menujuk suster.

"Hm begitu ya, kalau begitu rawat dia baik-baik karena dia akan menjadi saksi kunci dalam kejadian ini, kami juga akan melakukan penjagaan ketat di sini secara bergilir" jelas det Kamaru.

"Baiklah, saya mengerti" paham sang dokter.


Bersambung..

Comments

Popular posts from this blog

NAMA HARI DAN BULAN VERSI SUNDA

Mod Ped Kamen Rider+Bonus

MOD PED KAMEN RIDER V2